chingu lagi sedih? baca ini aza yuk!

Label: |
I
a hanyalah gadis yatim piatu. Ayahnya meninggal saat dirinya masih dalam kandungan. Kebakaran dasyat telah menghanguskan rumah serta Ibu dan ketiga adiknya 2 tahun lalu tepat Setelah ia lulus SMA. Kini ia mengontrak dekat sebuah kampus Islam di Jakarta Mengapa dekat kampus? Ya,di sinilah ia mengais rizki setiap harinya. Ia meneruskan usaha Ibunya dahulu yakni berjualan masakan di kantin. Seonggok rumah hangus terbakar yang masih dikelilingi garis polisi adalah satu-satunya peninggalan keluarga untuknya. Ada satu lagi! satu sepeda usang pninggalan Ibunya. Hana Aulia Fahmi adalah nama yang diberikan orang tuannya. Nama yg sangat cocok dengan parasnya yang cantik dibalut baju muslimah dan jilbab yang tak pernah lepas dari dirinya. Sikapnya sopan,lembut,dan ramah. Kemiskinan tak lantas membuat ia malas bekerja apalagi beribadah. Bayangkan saja, Ia tidur setelah shalat isya dan bangun sepertiga malam untuk shalat sunat. Setelah itu, Ia tak langsung tidur. Pikul 4 pagi, ia menyiapakan masakan untuk dijajakan di warung kantin dan sampai saat adzan subuh tiba, ia pun shalat. Lalu apa yang ia lakukan selanjutnya? ia mengaji dan berdzikir sampai sinar mentari tampak samar-samar dilangit. Tepat pukul 8,setelah ia beres-beres, ia menyiapkan masakan ke dalam boks yg diikatkan ke sepeda usang yang dahulu milik ibunya.Melaju bersama kendaraan-kendaraan bermotor, Ia pun mengayuh sepeda tersebut sampai kampus. Lumayan jauh, namun keteguhan hati Hana membuat dirinya bersemangat menjalani hari-harinya. Hal inilah yang ia lakukan setiap hari. Mungkin orang akan merasa bosan dan capek. Namun tidak bagi Hana, ia selalu bersemangat. Baginya, hidup adalah untuk mencari keridhaan Allah yakni dengan rajin beribadah dan ikut bertebaran di muka bumi mencari rizki dari AllahTak ada sedetikpun yang ia habiskan untuk hal yang sia-sia.

*****


Ketika senja tampak di langit Jakarta, semua mahasiswa beranjak pulang, inilah waktu bagi Hana membereskan warungnya. Kantin sudah mulai tampak sepi. Tak ada mahasiswa ataupun dosen yang mampir ke kantin. Hana merapikan meja2 kantin bersama para pedagang kantin lainnya.
 Tiba-tiba datang seorang perempuan paruh baya menghampirinya. Ia berjalan dengan santai dan senyuman yang tak lepas dari bibirnya. Tubuhnya dibalut pakaian muslimah yang tampak elegan. Menandakan wanita terpandang dan berwibawa.  Itulah kesan yang terlihat dari perempuan tersebut.
"Assalamu'alaikum" perempuan tersebut menyapa Hana
"Wa'alaikumussalam. Maaf bu,kantin sudah tutup."
"Ah,ibu tak hendak membeli makan kok. Ibu ingin mengobrol dengan Hana. Boleh kan? Apa ibu mengganggu?" Perempuan tersebut tersenyum ramah
"Ah tidak bu. Hana sudah membereskan pekerjaan. Silahkan duduk" Hana mengajak ibu tersebut duduk di kursi pojok kantin.
"Kalau boleh tau, ada apa ya Bu? Dan apakah saya pernah bertemu Ibu sebelumnya?"
"Perkenalkan nama Ibu Hj. Umayah,orang-orang biasa memanggil Umi." Sambil menyalami Hana dan tersenyum. Mereka pun berbincang-bincang mengenai banyak hal. Dari mulai hal kecil seperti hobi sampai hal-hal serius sampai masalah jodoh. Inilah maksud Umi tersebut, akhirnya perbincangan sampai pada niat Umi menemui Hana.
 " Begini Dek Han, maksud kedatangan Umi adalah ingin menyampaikan pinangan putra Umi." Umi menatap dengan serius dan  penuh harap.
Hana terkejut, pinangan? siapakah pria yang hendak meminangnya? Dia tidak pernah dekat dengan pria, di kampus dia hanya kenal dua sahabat SMA nya dulu, Alya dan Salwa. Dia hanya gadis penjual makanan kantin! Sebentar,Apa jangan-jangan pria yang setiap hari duduk di kursi kantin dekat pohon yang menghadap ke warungnya? Pria yang diam-diam Hana perhatikan?
"Siapakah putra ibu? Hana sungguh kaget Mi. Setau Hana,tak ada satupun yang dekat dengan Hana."
"Kau kenal Hari?"
"Hari? Hmmm,," Hana mengingat-ingat namun ia benar-benar tak tahu
"Maaf,Hana tidak kenal bu."
Tiba-tiba muncul sesosok pria menghampiri mereka. Ya! Pria itu! Pria yang diam-diam sering memperhatikannya! Oh,mungkinkah?
"Umi,sedang apa di sini?" Tanya pria itu.
"Oh ya, ini sayang. Umi ada perlu dengan Hana. Sekalian ibu kenalkan calon kakak iparmu." Ucap umi
Deg! Hati Hana dilanda perasaan aneh. Kecewa? Entahlah, yang jelas tak mungkin rasanya ia harus tinggal dirumah pria ini sebagai kakak ipar. Ia berharap lebih! Astaghfirullah, Hana mencoba menetralkan hatinya. Menundukan hatinya kepada Allah.
"Jadi ini yang Bang Hari maksud calon istrinya?" Tanya pria itu sambil mengerutkan dahi dan tampak terkejut.
"Iya sayang. Namanya Hana. Cantik kan? Han, ini Raihan adik Hari"
"Assalamualaikum. Hana" sambil menelungkupkan tangan ke dada.
"Wa'alaikumussalam. Raihan" jawab pria tersebut dengan wajah datar tanpa menatap Hana.
"Aku pergi dulu Mi, ada urusan."
"Yasudah, hati-hati sayang"
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam" ucap umi dan Hana berbarengan.
Pria tersebut berlari dengan tergesa-gesa. Hana menatap pria tersebut dengan perasaan yang baru kini ia rasakan. Aneh! Hampa! Sampai Umi pun mengagetkan dirinya.
"Hana?"
"Eh,iya Mi. Bisa kita lanjutkan pembahasan tadi?"
"Begini Hana, putra ibu sudah cukup dewasa dan waktunya menikah. Ia bilang kepada Umi bahwa ia ingin menikah dengan wanita yang ia pilih. Dan Hari menyebutkan namamu sayang."
"Nanti dulu Mi, saya masih belum tau. Hari yang mana?"
"Oh iya Umi lupa, kamu tau kan pak dosen termuda dan tertampan di kampus sebelah?" Canda Umi sambil menatap Hana menggoda
"Maksud Umi Pak Dosen Hari?" Umi hanya mengangguk dan tersenyum kepadanya. "Subhanallah,, mana mungkin Mi. Hana orang biasa saja. Tak pantas rasanya disandingkan dengan orang sehebat Pak Hari" Hana sungguh terkejut dan tak percaya. Siapa yang akan menyangka, tak ada angin tak ada hujan ia dipinang oleh dosen termuda di kampus Negeri yang terletak di seberang kampus Hana berjualan. Namanya Hari Pramudya Utama, S.si Dosen fakultas MIPA jurusan Fisika S-1. Masih muda,tampan,mapan,dan berkharisma serta anak dari pengusaha ternama di Jakarta. Meski berbeda kampus, tapi banyak sekali mahasiswi dari kampus islam ini yang kenal dirinya dan mencari perhatian darinya. Aneh, Hari justru terpikat pada Hana.
Tapi ia tak temukan getaran didadanya meski sosok bernama Hari itu begitu sempurna. Bahkan ia tak menyadari bahwa Dosen muda tersebut meski harus menempuh jarak antar kampus yang cukup jauh, tak pernah absen ke kantinnya setiap waktu makan siang tiba. Tapi yang Hana  ingat hanya pria itu, Raihan. Pria yang diam-diam memperhatikannya.  atau jangan-jangan Raihan memperhatikannya karena di suruh kakaknya? Hana tak tahu.Sudahlah, Hana cukup paham bahwa jodoh itu Allah yang mengatur. Ia akan ikhlaskan hatinya untuk dituntun ke jalan cinta yang diridhai oleh-Nya.
"Umi, Hana tak bisa menjawab pinangan Umi sekarang. Hana perlu shalat istikharah terlebih dahulu."
"Umi mengerti sayang. Baiklah, Umi tunggu jawaban Hana ya. Hana bisa menghubungi Umi di nomor ini." Ucap Umi sambil tersenyum menyerahkan kartu nama
"Baiklah, Umi pamit dulu. Assalamu'alaikum.wr.wb"
"Wa'alaikumussalam.wr.wb"
Umi pun meninggalkan Hana yang terpaku di kursi kantin.Hana menatap perempuan yang disebut Umi tersebut, berlalu meninggalkannya. Hatinya merasakan haru yang bercampur kebimbangan yang aneh.
*****
Semilir angin pagi meniup dedaunan di sekitar rumah sakit di Jakarta. Di ruang rawat inap VIP  nomor lima Tampak Hari berdiri disamping Hana yang tengah terbaring lemah karena sakit yang dideritanya seminggu sebelum hari pernikahannya. Ia mengenakan kebaya sederhana dan bawahan rok kain batik serta  jilbab yang dihiasi untaian melati. Amat terlihat sederhana memang, namun tetap menampakkan kecantikan Hana yang alami.
Di  sekeliling tempat pembaringan,tampak kedua orang tua Hari yang biasa dipanggil Abah dan Umi. Tepat diseberang Hari ada  penghulu dan seorang bapak wali nikah dari KUA. Di belakang kedua orang tua Hari,tampak pula dua teman Hana, Alya dan Salwa sebagai saksi nikah. Dan ada satu lagi, adik Hari yang umurnya hanya terpaut dua tahun denganya. Raihan seorang pria yang tampak enggan mengikuti  acara akad ini. Dia tak tampak bahagia, bahkan lebih terlihat tak perduli disaat semua antusias berkumpul.
“saya terima nikah dan kawinnya Hana Aulia Fahmi Binti Fahmi Ahmad dengan mas kawin seperangkat alat shalat di bayar tunai” ucap Hari didepan penghulu dan para saksi.
“Alhamdulillah” semua yang hadir mengucapkannya secara serempak dan dilanjutkan dengan do’a oleh penghulu.
Pernikahan ini berjalan dengan singkat. Setelah kedua mempelai menandatangani berkas-berkas nikah, Lalu penghulu menutup acara :
“Alhamdulillah, acara telah usai. Semoga pasangan Hana dan Hari menjadi keluarga sakinah,mawaddah,wa rahmah serta diberikan kesembuhan untuk Hana sehingga Hana Dapat berkumpul bersama keluarga besar Haji Furqon. Aamiin”
“Aamiin”  Ucap yang hadir serempak.
“Baiklah, kami pamit ya Bu,Pak” lanjut penghulu.
“Kami juga,Han” kedua teman Hana menimpali sambil bersalaman mengucapkan selamat serta memeluk Hana.
“Ya terima kasih Alya,Salwa” ucap Hana sambil mencium pipi mereka berdua satu persatu diringi isak tangis terharu.
“kami pamit ya” ucap Alya.
“Hati-hati di jalan ya.” Ucap Hari pada kedua teman Hana
“Baik Pak Dosen. Hehe” timpal Salwa sembari tangannya seperti orang hormat kepada letnan dan tersenyum bercanda.
“assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh”
“wa’alaikumsalam warahmatullahiwabarakatuh”
Penghulu serta wali nikah keluar ruangan diikuti kedua teman Hana. Raihan pun ikut keluar tanpa pamit.
“Raihan, mau kemana?” tegur Umi
“bukankah acaranya telah usai?” jawab Raihan dengan ketus.
“setidaknya kalo mau pergi pamit sama Abah dan Umi.”
Ya baiklah, Raihan pamit Mi, Bah” sambil mencium tangan Abah dan Umi. Ia langsung keluar tanpa menengok sedikitpun pada kakaknya dan Hana.
“Umi, apakah Raihan membenci Hana?” Tanya Hana dengan lemas
“tidak sayang. Dia memang anaknya pendiam dan sedikit terlihat ketus”
“lalu kenapa dia tampak tak senang?”
“mungkin jg  ia sedang ada masalah, Han”
“Iya, Abah rasa begitu. Karena kan 3 bulan lagi ia mau sidang skripsi, mungkin ia sedang pusing memikirkan itu.” Ucap abah
“Betul, waktu abang juga merasakan hal yang sama saat mau sidang skripsi, dik Han” Hari mencoba berkomentar, padahal ia pun tak mengerti dengan sikap adiknya yang tak seperti biasa.
“Hmm,,begitu ya." Hana merasa bingung mengapa Raihan begitu ketus. Tapi ia mencoba berfikir positif, mungkin benar apa yang Abah dan Umi katakan.
" Oya Umi dan Abah, terima kasih sudah mau terima Hana. Maaf juga, gara-gara Hana sakit pernikahan jadi berlangsung sederhana begini.”
“Tidak apa Han. Abah dan Umi senang sekali menerima gadis yang baik dan cantik seperti Hana” ucap Umi sambil tersenyum ramah
“Iya, Abah juga senang punya menantu yang berhati lembut seperti Hana. Abah sering dengar dari Hari dan Dosen kampus teman Abah, kalau Hana itu rajin, sopan, dan pintar masak. Abah jadi tidak sabar menikmati masakan Hana.” Abah tersenyum antusias
“Abah, Hana jadi malu”, dengan muka yang merah merona mengaburkan pucat diwajahnya.
“tok tok tok!” dari luar pintu diketuk.
“Masuk!” ucap Hari
Tampak Dokter dan Suster memasuki ruangan. Dokter pun langsung memeriksa keadaan Hana.
“Baiklah, sekarang waktunya Hana Istirahat. Lihatlah, wajahnya pucat begitu. Tolong Suster, setelah saya periksa nanti ganti pakaian pasien dan berikan ia obat tidur.Oya maaf, semuanya bisa tinggalkan pasien sendiri." Dokter tersebut tampak kurang ramah sepertinya.
“Baiklah Dik Han, Abang pamit. selamat istirahat” ucap Hari dan disambut uluran tangan Hana mencium tangan Hari disertai anggukan dan senyuman yang sungguh membuat Hari tak mau jauh dari gadis yang kini menjadi istrinya itu.
“Umi do’akan semoga cepat sembuh. Aamiin”
Aamiin, Abah juga tidak sabar ingin melihat Hana di rumah bersama kita, Mi. Dan satu hal! Abah ingin segera menimang cucu. Hehe” tak ada satupun yang tidak tersenyum mendengar penuturan Abah yang satu ini.
“Aamiin. Terima kasih Abah,Umi, dan Bang Hari. Hana akan usahakan untuk cepat sembuh dan dapat berkumpul dengan keluarga” sembari tersenyum manis yang membuat Hari semakin terpesona dengan istrinya ini.
*****
Esoknya langit mendung namun tak hujan.Siang itu Kelabu, tanpa mentari. Rumah megah tiga lantai itu terasa berbeda. Sedih! Bendera kuning tertancap di depannya. Tampak orang lalu lalang dan bebagai kendaraan parkir d halamannya. Berbagai karangan bunga terpampang pula d depan pintu rumah, Pakaian serba hitam menambah kedukaan keluarga besar H. Furqon. Tepat setelah acara akad, Sebuah kecelakaan tunggal telah merenggut satu nyawa di rumah ini.
"Yaasiin,,,," suara beberapa orang yang tampak duduk melingkari sesosok tubuh kaku tak benyawa. Terbalut kain kaffan dan tertutup kain sepanjang dua meter.
"Salamunkaulammirabbbirrahim...." Suara ayat-ayat suci yang di bacakan Abah dan saudara-saudara dekat terdengar sambung menyambung bersahutan.
Umi tampak depan pintu menyalami orang-orang yang datang melayat. Sementara itu, dimana  Hana? Ia terduduk di mushala rumaah lantai dua, sendiri melantunkan aya-ayat Allah sambil menahan perih di dadanya. Tak sempat ia menatap wajah pria itu untuk terakhir kalinya. Baru saja ia keluar dari rumah sakit. Ia tak menyangka wajah pria yang pamit di hari pernikahannya itu tak akan ia lihat lagi. Wajah pria yang tersenyum dan mengatakan
“Baiklah Dik Han, Abang pamit. selamat istirahat”.
Hana menutup mata menahan aliran kesedihan dalam tubuhnya. Memohon kepada Allah untuk dikuatkan hatinya, ia pun melanjutkan melantunkan ayat yang menurut Umi adalah ayat yang paling disuka Hari.
"A'udzubilahiminasyaithonnitadzim... Bismillahirrahmanirrahim....Alif lam ra...."
Hana memulai ayat tersebut. Ayat demi ayat ia lantunkan dengan suara sendu dan air mata yang tak berhenti menetas. Tepat ia menutup ayatnya,muncul Umi menghampirinya.
"Sayang,istirahatlah dulu. Kau tak tidur dari semalam. Mengaji memang baik, tapi Allah tak menyukai umat-Nya yang menzholimi diri sendiri." ucap Umi yang tampak begitu sedih dan sembab.
"Tak apa Umi, Hana baik-baik saja. Setelah ini Hana mau menemui para tamu dan membantu Bi Lilis melayani para tamu."
"Sayang, Umi cukup mengerti dirimu. Umi tak akan melarang.Lakukanlah apa yang menurutmu baik. Hari pasti bahagia melihat istrinya yang baik ini tegar dan tak terus dirundung pilu." Umi mencoba tersenyum dalam kedukaan.
"Iya Umi..." Hana memeluk umi sambil menahan tangis tanpa suara. Namun air mata tak dapat ia bendung.
Hana tampak sibuk menemui para tamu dan menyalami orang-orang yang menyampaikan bela sungkawa. Membantu Bi Lilis pembantu rumah tersebut, menghidangkan makanan dan minuman kepada tamu. Ia tampak tegar, namun semua dapat melihat kedukaan yang mendalam di mata wanita cantik itu. Janda yang malang. Ya, Janda! Status yang kadang dipandang miring oleh masyarakat sekitar. Di tengah pembacaan ayat Al-Qur'an,Raihan diam-diam menatap kakak iparnya itu,memandang cukup lekat sekali. Melihat betapa teguh hatinya,betapa kuat menjalani semua cobaan hidup ini. Raihan merasakan pula kesedihan yang berkecamuk didadanya, dia menghembuskan nafas resah. Sampai  Ketika Hana tak sengaja menoleh padanya, ia pun kaget dan langsung menunduk membaca ayat berikutnya. 
Hana memang gadis yang tegar dan kuat, meski terus menerus dirundung kedukaan. Ia tetap tabah karena baginya,tugas manusia adalah sebagai khalifah dimuka bumi ini. Ia akan terus berusaha dijalan-Nya dan akan menerima apa yang telah Allah tetapkan. Qanaah dan tawaqal.

*****

Tengah malam yang amat dingin, tepat pukul 3 dini hari. Hana terbangun dari tidurnya, Padahal Hana baru terpejam setelah shalat tahajud  setengah jam yang lalu. mimpi yang sama! Mimpi di waktu Hana istikharah dulu. Hana membuka mata, menatap cahaya lampu di atap lalu mengedarkan mata ke sekeliling. Sedari pagi tinggal kamar ini, tapi dia tak pernah memperhatikan apa-apa. Kamar Hari, sangat rapi,bersih,dan indah. Semua dinding di cat putih. gorden putih menutupi kaca yang menghadap ke taman yang terletak lebih bawah, kamar ini berada di lantai dua.  Hana perlahan bangkit dari tempat tidur, meraba seprai putih yang halus, menyingkapkan selimut yang berwarna senada dengan bantal,guling, dan seprai tentunya. Tempat tidur ini di tutupi tirai sutera yang halus, di tiap ujung tempat tidur ada tiang penyangga tempat bergantung tirai sutera tadi. Hana menyingkapkan tirai tersebut keluar dari tempat tidur. Berjalan perlahan, meninggalkan tempat tidur yang terletak di tengah ruangan. Ia melihat bingkai foto di meja, tampak  Hari tersenyum lebar sambil merangkul adiknya yang tersenyum seperti dipaksakan. Dasar Raihan, didepan kakaknya pun ia terlihat amat kaku. Ada begitu banyak foto yang terbingkai manis. Secara bergantian Hana menatap gambar  Abah,Umi, Hari, serta Raihan. Begitu tampak bahagia. Tak ada Foto pernikahan Hana, karena belum sempat dicetak rupanya. Hana lalu melihat meja rias yang terlihat masih baru, menyentuhnya dengan perasaan yang sedih. Belum sempat ia gunakan untuk merias diri untuk Hari, sang suami telah pergi. Hana menghela nafas lalu melanjutkan langkah ke lemari yang amat besar, terbuat kayu jati senada dengan meja rias tadi. Lemari terdiri dari 4 pintu dan tiap pintu terdapat cermin yang memantulkan sosok Hana secara utuh dari ujung kaki sampai ujung kepala. Hana membuka satu demi satu pintu lemari, tampak pakaian Hari berjajar rapi dan wangi khas parfum aqua milik Hari. Kemeja, jas, celana panjang,kaos, semua masih tertata rapi tak tersentuh.  Hana membuka pintu lemari ketiga, kosong. Rupanya dikhususkan untuk pakaiannya. Hana belum sempat menaruh pakaianya di lemari tersebut,  semua barang-barangnya masih terbungkus di pojok ruangan. Tampaknya suasana duka hanya terlihat ketika melihat ruangan ini, di luar ruangan ini Hana tampak tegar. Hana tertegun cukup lama, mengenang kejadian-kejadian sebelum ia sampai ke titik sekarang ini. Sampai gerakan tikus yang keluar dari pintu lemari terakhir mengagetkan dirinya. Hana lalu memeriksa pintu lemari terakhir dengan hati-hati.  Hana terpana menatap gaun putih yang amat indah.  Ada secarik kertas d gaun tersebut. 


Rupanya ini baju tidur. Tapi mengapa bahannya halus dan tampak tipis? Pipi Hana tiba-tiba merona.  Gaun tersebut tidak transparan namun bahannya halus  menjuntai  sampai kaki,bertangan panjang, memiliki kerah V di hiasi rajutan bunga-bunga melati yang amat indah yang menjalar seperti benar-benar hidup. Bunga-bunga tersebut menjalar dari sekitar kerah, tangan dan di ujung bawah gaun. Hana menjadi penasaran, bagaimana ia terlihat apabila menggunakan gaun tersebut. Awalnya ragu, namun hatinya telah menggerakan tubuhnya untuk menanggalkan pakaian dan hijabnya . Ia pun memakai gaun tersebut dengan hati-hati lalu menarik ikat di kepalanya hingga rambut hitam indahnya menjuntai melewati bahu sampai pinggul. Kini Hana menatap cermin, menatap sosok yang berdiri tepat dihadapannya. Wajahnya amat pucat dan kelelahan, tulang d sekitar leher  terlihat menonjol. Hana baru menyadari tubuhnya kini lebih kurus. Hana menatap lekat-lekat wajah yang berbalik menatapnya dicermim, lalu ia mencoba tersenyum. Cantik, memang seharusnya Hana bangkit. Kesedihan tak kan mengembalikan apa yang telah Allah ambil. Hana harus terus bertahan di bumi Allah ini, melakukan yang terbaik untuk mensyukuri semua yang telah Allah berikan.  Hana tersenyum makin lebar dan ia tersadar, kesedihan telah merenggut cahaya dalam jiwanya. Kini Ia tak kan terpuruk, meski perih dan sakit itu hanyalah masa lalu. Hana pun merasa lebih ringan dan lega. Tiba-tiba sesuatu mengusik kesyahduan ini, suara perutnya yang keroncongan!! Hana merasa lapar. Tengah malam begini? Ia baru menyadari  bahwa dari pagi ia belum memasukan makanan sesuap pun. Kejadian kemarin begitu cepat. Sesaat setelah Hari pamit di rumah sakit, Hana tengah di bawah pengaruh obat tidur di kamar rumah sakit.  Terbangun di malam harinya dan melihat berita di televisi bahwa terjadi kecelakaan tunggal yang ternyata korbannya adalah Hari. Hari sempat di bawa ke RS yang sama dengan Hana, namun nyawanya tidak tertolong. Umur seseorang tak ada yang tahu, Hana yang tengah sakit keras malah Hari yang sehat-sehat saja meninggalkan dunia ini terlebih dahulu.  Mengingat itu kembali Hana menjadi kehilangan selera makan, namun tubuhnya tidak mentoleransi kehendak hatinya. Ia harus tetap makan, jika tidak maka dia malah akan sakit kembali. Hana tersadar bahwa membiarkan hal ini berarti menzholimi tubuh ini. Ia pun mengumpulkan keberanian diri untuk keluar kamar menuju dapur. Rasanya tak mungkin jika meminta izin Umi Atau Abah di jam segini. Toh, tadi siang Umi sudah berpesan jika akan makan ambil saja ke dapur.  Hana pun menuruni anak tangga menuju dapur yang terletak di ujung lantai 1. Hana rupanya lupa tidak menggunakan hijab dan masih menggunakan gaun tidur pemberian Umi. Tapi Hana fikir tengah malam ini tak apa lah, tak kan ada yang lihat. Di tambah lampu-lampu utama telah mati dan hanya terlihat cahaya dari lampu kecil di dinding yang tampak remang-remang saja. Ia pun terus menyusuri lorong menuju dapur, namun seperti terperangkap dalam de javu, Hana merasa  dalam mimpi. Lorong ini, foto keluarga di dinding, gambar dua orang putera pemilik rumah, Hana menatap  Hari begitu lekat, Lalu melihat gambar Raihan sekilas. Hana membuka pintu dapur, dan........ seseorang ada dibalik kulkas yang  terbuka!! siapa  di balik pintu kulkas tersebut?  Belum sempat Hana membalikan badan, sosok  tersebut  yang tengah jongkok mengambil minum sudah  berdiri kembali. Kedua insan tersebut terkejut bukan kepalang. Hampir berbarengan mereka mengucapkan,
“Astaghfirullah!!!”
Raihan tersedak dari minumnya, dan Hana tampak salah tingkah. Untuk sepersekian detik Raihan terpana dengan sesosok wanita cantik berpakaian indah ini. Tampak seperti bidadari yang jatuh dari langit namun salah tempat malah menuju dapur.  Sedangkan Hana  tertegun , Raihan memakai kaos pendek  santai dan celana santai pula, lalu di lehernya dikalungkan sorban motif kotak-kotak merah berdasar warna putih. Ia pun tersadar akan kejadian ini. Mimpi itu! Istikharah itu! Seminggu sebelum menerima pinangan Hari, Hana bermimpi persis sama dengan kejadian hari ini. Namun Ia selalu terbangun di saat seseorang di balik kulkas berdiri. Tampa ia tahu siapa sosok tersebut.  Dulu ia sangka karena mimpi berada di rumah ini berarti orang itu adalah Hari dan tandanya ia bejodoh dengan Hari. Namun, siapa yang ada di depannya sekarang? Mungkinkah?! Tiba-tiba hati Hana berdegup begitu kencang.  Ia tak mampu menata perasaannya, lalu bergegas membalik badan dengan cepat,
“Maaf, “ Hana mengucapkannya hampir  seperti bergumam. Belum sempat bergegas pergi, suara Raihan menahan langkahnya.
“Tunggu,” Raihan menghampiri Hana, namun kali ini ia menunduk sopan tanpa menatap Hana “Seharusnya Saya yang meminta Maaf. Maaf telah melihat apa yang seharusnya tidak boleh dilihat” Raihan pun mengambil sorbannya lalu memakaikannya ke kepala Hana yang tertunduk malu. “Kamu, hm,, maaf maksudnya kakak ipar. Silahkan tetap d dapur, biar saya yang pergi karena sudah tidak ada keperluan lagi” kaku, amat sangat kaku. Raihan tak mampu berkata apa-apa lagi. Ia bergegas pergi  meninggalkan Hana yang terpaku. Raihan merasa kacau. Ini sungguh tidak boleh! Perasaan yang tidak pantas!
*******
Ruang makan terasa berbeda. Tak ada sosok kakak yang selalu mengayomi Raihan. Tak ada lagi anak tertua yang selalu membuat Abah dan Umi bangga. Mereka bertiga termenung di meja makan, memikirkan hal yang sama! Kepergian Hari yang begitu cepat!  Bagi Hana, ini pertama kalinya tinggal di rumah orang lain dan tanpa mengetahui status ia apa di sini. Menantu yang suaminya meninggal,sungguh serba salah! Tapi bukan Hana namanya jika ia tak berfikir positif, ia akan tetap di rumah keluarga H. Furqan sebagai anak yang mudah-mudahan dapat mengobati rasa kehilangan keluarga.
Hana tak berubah,meski tinggal di keluarga kaya raya, ia tetap rajin. Bangun sepertiga malam dan tak tidur sampai mentari terbit dari ufuk timur. Ia membantu Bi Lilis di dapur, dan tetap mengurusi usaha kantinnya. Hebat! Seperti hari ini, ia menyiapkan sarapan pagi sambil tak lupa tersenyum mensukuri hari ini. Tak boleh berlarut-larut dalam kesedihan! Semangat! :)
"Umi,Abah.... Ini sarapan paginya. Menu hari ini adalah nasi goreng spesial ala chief Hana" datang ke meja makan bersama Bi Lilis sambil membawa nampan berisi piring nasi goreng yang terlihat menggoda dari tampilan dan baunya. Bi Lilis ke dapur dan Hana ikut bergabung di meja makan.
"Makasih sayang, baik Umi coba ya. Hmmm,,, enak sekali. Abah, katanya mau mencoba masakan Hana. Ayo di coba!" Umi menawari sambil tersenyum.
"Baiklah... Hmmmmm.. Enak sekali!" Sambut Abah sambil mengacungkan dua jempol
"Sungguh?" Tanya Hana.
"Sungguh, mengingatkan Abah saat kuliah dulu. Saat Abah makan masakan Ibumu dulu,,, itu loh.. Saat Abah melamar Umi di Kampus. Kantin begitu ramai dan Umi menemukan Cincin di nasi gorengnya."
"Oh iya, Umi ingat! Saat Umi menggigit sesuatu yang keras dan ternyata cincin. Umi terharu..." Ucap Umi sumringah malu-malu.
"Wah,, Hana jadi ikut terharu."
"Kalian ini kenapa? Ini baru satu hari Abang pergi!!!! Seperti tak terjadi apa-apa! Keterlaluan!" Raihan tampak marah
"Sayang, Umi bukannya tak mau mengerti. Umi hanya tak mau berlarut-larut dalam kesedihan."
"Iya, Abah sudah ikhlas. Ini kehendak Allah. Bersedih hati itu tak baik. Abangmu juga pasti tak suka jika kita terus bermuram durja. Untung ada Hana yang menghibur kita, padahal Abah yakin Hana juga masih sedih.Benarkan, Han?"
Hana mengangguk sambil menunduk
"Kau?" Ucap Raihan pada Hana sambil menatap untuk kedua kalinya, tapi Hana terus menunduk.
"Bodoh!" Raihan mendorong piring nasinya sambil berlalu tanpa pamit.
"Raihan!" Tegur Abah marah, namun tak digubris Raihan.
"Raihan tak pernah seperti ini. Akhir-akhir ini dia aneh." Ucap Umi dalam hati.
 Raihan mengucap kata bodoh karena merasa dirinyalah yang bodoh, tak mampu memarahi Hana. Hatinya mencair ketika melihat gadis ini, tubuhnya jadi tak berdaya. Namun Hana menanggapi dengan salah, ia menyangka kata itu ditunjukkan padanya. Tubuhnya gemetar,Ia menangis! Kejam!
"Sayang,jangan menangis, maafkan Raihan. Sifatnya memang agak keras." Ucap Umi menenangkan.
"Tak apa Mi. Hana maklum. Mata Hana cuma kelilipan kok!" Ucapnya dengan senyuman yang polos.
"Baiklah, lupakan kejadian pagi ini. Hana, Umi dan Abah mau ke kantor. Pulang sore. Hana mau ke kantin kan? Ingat, besok mulai kuliah.mulai besok Pekerjaan kantin biar anaknya Bi Lilis yang urus, siapa itu...hmmm" Abah tampak mengingat-ingat.
"Namanya Sawina, Abah." Jawab Umi
"Iya, Sawina. Abah ingin memberikan Hana pendidikan setinggi-tingginya. Sesuai amanat Hari. Abah sudah tau kau ingin kuliah. Masalah biaya tak usah dipikirkan."
"Iya Abah, tapi kan Hana mencintai pekerjaan warisan Ibu. Hana sudah janji, untuk meneruskan usaha Ibu. Memang Hana ingin kuliah, dan rencananya Hana mau ambil kelas karyawan. Bekerja sambil kuliah jurusan ekonomi syariah."
"Oh masalah itu, Maksud Abah agar meringankanmu, biar sawina membantu. Saat kau kuliah dia yang menjaga toko." Timpal Umi.
"Oh begitu. Hana kira di suruh berhenti. Baiklah, lagi pula bagus ya. Hana membuka lapangan pekerjaan. Wah, Abah memang top! Ide cemerlang!" Wajahnya terlihat polos meski telah berusia 19 tahun.
"Abah.... Hehe" Abah tampak lucu mengucapkanya, membuat Umi dan Hana tersenyum.
"Nah, sekarang sudah jam 6 lewat 15. Yuk berangkat,Bah." Ucap Umi.
"Let's go!" Ucap Abah.
Abah dan Umi pamit, keluar rumah lalu memasuki mobil crv keluaran terbaru,berlalu meninggalkan Hana di depan pintu.  Hana mematung untuk sesaat, hidup yang menakjubkan! Ujian, lulus! Lalu di uji lagi dan seterusnya. Lalu ia pun tersadar bahwa dirinya harus kembali menjadi Hana si pekerja keras. Semangat!

*****
Hana menatap jendela dapur. Pagi yang cerah, langit biru di hiasi iringan mega-mega yang putih bersih. Membawa Hana ke alam imajinasinya. Ia ingin terbang, melapangkan hati selapang-lapangnya. Menjalani semua hari dengan rasa syukur kepada-Nya.
“Non Hana, Ini masakannya mau di bawa pake apa? Banyak sekali!” ucap Sawina mengagetkan.
“Eh, iya. Ih, jangan panggil Non, Hana saja. Rapikan saja dulu di Rantang-rantang besar itu. Kata Abah sih, kita boleh menumpang mobil Raihan ke kampus.” Agak ragu juga Hana menjawab.
“Apa? Membawa masakan ini? Membawa pembantu juga seperti Sawina ini? Wina malu, Non.”
“Kata Hana juga panggil nama saja. Kita kan seumur. Oke?”
“Iya Hana.” Agak canggung juga Wina berucap.
“Raihan kan kata Umi patuh, pasti kalau diminta oleh Abah pasti mau.” Hana berusaha meyakinkan Sawina, padahal ia sendiri tidak seyakin ucapannya.
Tiba-tiba Bi Lilis datang dari arah pintu dapur, membawa perabot bekas sarapan keluarga.
“Aduh, ini dua gadis cantik malah mengobrol. Kalian udah di tunggu Den Raihan di depan. Oya Non Hana, kenapa tidak ikut sarapan? Ditanya Abah.”
“Tadi Hana sudah sarapan di sini sambil mengajari Wina masak, udah bilang kok sama Umi.” Namun sebenarnya sesungguhnya Hana tengah menghindari Raihan. Ia takut kejadian kemarin terulang kembali.
“Oh begitu. Yasudah, sekarang kalian ke depan sana. Bibi bantu bawa masakannya.”
“Siap bos!” Hana menyahut semangat.
“Yuk Win” ucap Hana.
Merekapun ke depan rumah sambil membawa masakan. Wajah Raihan tetap datar, tanpa ekspresi apapun dan tanpa berkata apapun. Hanya membukakan pintu mobil, memasukan rantang-rantang masakan yang diikuti Wina dan Hana ke dalam mobil, tentunya di jok belakang. Di dalam mobil terasa hening, sibuk dengan fikiran masing-masing. Wina memikirkan pengalaman pertamanya bekerja di Kota, Hana memikirkan kejadian semalam, bukannya memikirkan pengalaman pertama kuliah. Lalu apa yang difikirkan lelaki yang sedang menyetir? Konsentrasi menyetir tentunya! Namun Raihan sempat melamun juga, apakah sama seperti yang Hana fikirkan? Entah apa yang ia fikirkan, misterius!
Sesampainya di kampus Raihan langsung membukakan pintu mobil sebelah Hana duduk, kontan Hana keluar. Hal ini membuat beberapa mahasiswa berbisik-bisik risih, tentunya Hana merasakannya. Namun ia tetap stay cool dan berpositif thinking. Hampir lupa, Wina masih di dalam mobil, Hari langsung membuka puntu mobil. Hana heran, Wina yang tak bisa buka pintu mobil, kenapa malah ia yang di bukakan pintu? Padahal ia mampu melakukannya sendiri dan sudah siap-siap keluar mobil.
*****
Hana duduk di bawah pohon rindang yang amat sejuk. Pohon ini letaknya amat strategis, di  halaman kampus yang dapat menghubungkan seluruh gedung kampus.  Hana  nikmati Hari pertama kuliah, memejamkan mata untuk sesaat dan menghirup udara yang begitu segar. ‘Ya Allah, begitu besar karunia-Mu. Kau berikan nikmat yang teramat untuk hamba-Mu.’ Tiba-tiba kedua temanya mengagetkannya.
“Hei!”  Seru Alya dan Salwa berbarengan.
“Kalian. Aduh, mengagetkan saja.” Jawab Hana dengan senyum sumringah
“Welcome to our campus! Akhirnya kita bertiga bisa kuliah. Di tempat yang sama pula.” Ucap alwa sambil membentangkan tangan.
“Alhamdulillah ya, akhirnya mimpimu jadi kenyataan.” Sambung Alya
“Bagaimana pertama kuliah? Menyenangkan?” lanjut Alya.
“Alhamdulillah…lancar. Hanya perlu sedikit adaptasi. Dua tahun tidak dipakai belajar, agak pusing juga. Hehe.”
“Berarti kau harus belajar pada seniormu. Kita-kita ini. betul tidak, Al?” Ucap Salwa diiringi senyuman dan anggukan Alya.
“Iya-Iya kakak senior.”
“Haha.” Mereka bertiga tertawa. Tiba-tiba mata mereka tertuju pada dua pasang akhwat dan ikhwan yang berjalan sambil mengobrol diiringi tawa yang menunjukan keakraban diantara mereka. Hana menatap dengan perasaan aneh. Mungkinkah cemburu? Astaghfirullah, dia adik iparmu,Han, Ingat!
“itu siapa,Al?”
“Wanita berjilbab yang keturunan bule, cantik, dan tinggi semampai itu?” Tanya Alya sambil menunjuk ke arah dua orang tadi.
“Iya, itu.”
“Oh, Itu namanya Syafira Maria Clara. Muallaf, tapi pengetahuan agamanya melebihi kebanyakan muslim di kita. Dia hebat! Aktifis Rohis, penyiar radio dakwah, dan sudah menerbitkan buku dakwahnya pula.” Jawab Alya.
“Betul, Bahkan kabarnya ia akan melanjutkan studi S-2 nya di Al-Azhar Mesir. Ya, Entah ingin ikut Raihan atau memang niatan dia.” Timpal Salwa.
“Hus, gak boleh su’udzhan, Sal.” Sela Alya
“astaghfirullah.” Ucap Salwa sambil mengelus dada.
“oh begitu. Lalu, apa hubungannya dengan Raihan?” Hana bertanya dengan mengerutkan dahi.
“Ya, mereka teman satu fakultas, satu kelas pula. Jurusan Sastra Arab. Mereka aktif di Rohis Kampus kita, Han.”
“menurut gosip yang aku dengar sih, orang tua Syafira dan mertuamu sudah saling bertemu. Ya, mungkin setelah lulus nanti mereka akan menikah.” Salwa menambahkan.
“Salwa, bergosip itu dilarang! Ghibah!” ucap Alya tegas
“Iya bu ustadzah.” Hehe
“btw, kamu dengar gosip dari siapa?” Tanya Alya
“tuh kan, malah diperpanjang. Bagaimana si Ibu Ustadzah kita ini.” Hehe
Salwa dan Alya terus mengobrol, entah tentang apa karena Hana tengah sibuk dengan fikirannya sendiri. Benarkah seperti itu? Berarti selama ini ia salah paham dengan sikap Raihan. Ia menyangka awalnya Raihan tidak suka ia menikah dengan Almarhum Hari karena ia menyukai Hana. Ternyata tidak! Ia hanya menaruh percaya diri yang terlalu tinggi. Astaghfirullah, Syaitan begitu halus meniupkan perasaan-perasaan buruk. Hana langsung menyadarkan dirinya, untuk tetap menjadi Hana yang tak dipenuhi rasa menduga-duga.

******
|


Kisah islamiah kali tentang wanita teladan, akan mengisahkan tentang sosok seorang istri yang kuat iman meskipun godaan Iblis datang bertubi-tubi. Dialah istri Nabi Ayyub a.s, Rahmah binti Ifrayin.

Kita memang sering mendengar kisah Nabi Ayyub a.s, namun sangat jarang diceritakan tentang istrinya, istri yang sangat setia ini, tetap teguh pendirian Siapakah istrinya dan peranan dia dalam mendampingi suami yang tengah sakit parah sehari-harinya. Dia memiliki kesabaran dan kestiaan yang sangat tinggi. Dan dari dua sifatnya itu telah terbukti ampuh dalam menghalau bisikan iblis agar meninggalkan suaminya yang tengah sakit parah.
Mari kita tengok sedikit kisahnya.
Label: |


Chingu, ada teka-teki nih, Ama pernah coba. Siapa tau chingu tertarik. :)
Awalnya teka-teki ini Ama dapat waktu SMA. (lama juga ya? hehe)

let's play!


Label: |